Imam Syafi’i / Renungan mudik

Kebanyakan ibu mengharapkan, khususnya saat seperti lebaran ini, anaknya mudik dengan sukses, pakai mobil, punya rumah dan kekayaan lainnya. Malu pada tetangga jika anaknya mudik “pas-pasan”
dan si anakpun malu juga jika pulang tidak kelihatan “suksesnya.” Akhirnya banyak anak mobilnya hasil leasing, rumahnya KPR, belanja pakai kartu kredit dll.

IBUNDA IMAM SYAFI’I YANG TIDAK BANGGA DENGAN KEKAYAAN ANAKNYA

“Nak, pergilah menuntut ilmu untuk jihad di jalan Allah swt, kelak kita bertemu di akhirat saja”. Perintah Ibunda Imam Syafi’i kepada Imam Syafi’i sebelum rihlah (perjalanan menuntut ilmu). Kemudian, Imam Syafi’i berangkat dari Makkah ke Madinah belajar dgn Imam Malik, kemudian ke Iraq.

Di Iraq, Imam Syafi’i BUKAN HANYA 1 atau 2 tahun, ia tidak berani pulang ke rumah karena teringat pesan ibunnya (“kelak kita bertemu di akhirat saja…”) sehingga sebelum ada Izin dari Ibunya ia tidak berani pulang ke rumah. Di Iraq beliau menjadi orang besar, ulama’ dan alim.

Suatu ketika ada halaqag besar di Masjidil Haram. Ada seorang Ulama besar dari Iraq dalam perkataannya sering menyebut “Muhammad Bin Idris Asy-syafi’i berkata begini begini …”.

Kemudian Ibunya Imam Syafi’i bertanya “Ya Sayikh, Siapakah Muhammad bin Idris Asy-syafi’i itu?” Syaikh itu menjawab dengan bangganya, “Dia adalah guruku, seorang yang ‘alim, cerdas, sholeh yang berada di Iraq. Asalnya dari Mekkah sini… “.

Kemudian Ibu Imam Syafi’i berkata “Ketahuilah Syaikh, Muhammad Bin Idris Asy-syafii itu adalah Anakku”. Syaikh itu-pun kaget dan tercengang. “Subhaanallaah, wahai ibu, Benarkah hal itu?” “Ya, benar. Dia adalah ANAKKU…” Jawab ibu Imam Syafi’i.

Rombongan dari Iraq itupun seketika menunduk, sebagai tanda hormat kepada Ibu Imam Syafi’i. Kemudian Syaikh tersebut berkata “Wahai ibu, sepulang dari haji ini kita akan kembali ke Iraq. Apa pesanmu kepada Imam Syafi’i?”.

Kemudian Ibunda Imam Syafi’i berkata: “Pesanku kepada Syafi’i, kalau dia sekarang ingin pulang, aku mengizininya untuk pulang.”

Sepulang dari haji, Syaikh beserta rombongan Iraq itupun menyampaikan pesan tersebut kepada Imam Syafi’i bahwa “Ibundanya, mengizinkan beliau untuk pulang ke rumah….”, mendengar hal tersebut, mata beliaupun terharu dan merasa bahagia.

Ini artinya Imam Syafi’i masih berkesempatan bertemu dengan sang Ibunda di dunia ini, walaupun sebelumnya ibunya berkata “kita bertemu di akhirat saja.” Imam Syafi’i tidak mengulur-ngulur waktu, beliaupun berkemas kemas ingin segera mungkin bertemu sang Ibunda di Makkah.

Sebelumnya berpamitan kepada warga Iraq setempat. Karena ke’aliman dan kemasyhuran beliau di Iraq, masyarakat yang mencintai dan mengagumi beliau, merasa bersimpati kepada Imam Syafi’i dengan memberi apa yang mereka punya dari kekayaan mereka, ada yang memberi unta, dinar, dll sekedar untuk bekal. Walhasil, Imam Syafi’i pun pulang dengan membawa puluhan unta dan di kawal oleh beberapa santri beliau.

Sesampai di perbatasan kota Mekkah, Imam Syafi’i mengutus seorang santrinya agar mengabarkan kepada Ibundanya bahwa saat ini beliau sudah di perbatasan kota Mekkah. (Hal seperti ini termasuk sunnah, yakni mengabarkan ke rumah ketika seseorang mau pulang supaya pihak rumah mempersiapkan sesuatu, bukan membuat malah kejutan).

Kemudian, santri Imam Syafi’i pun mengetuk pintu rumah.
“Siapa itu?” Tanya Ibunda Imam Syafi’i.
“Saya adalah santri Imam syafi’i yang diutus beliau agar mengabarkan kepada ibu, bahwa Imam Syafi’i sekarang sudah berada di perbatasan kota Mekkah,” jawab santri Imam Syafi’i.

Lalu Ibunda Imam Syafi’i berkata:
“Syafi’i Membawa apa? …”
Dengan bangga santri Imam Syafi’i menjawab “Beliau pulang dengan membawa puluhan unta dan harta lainya…”.

Mendengar penuturan santri Imam Syafi’i yang polos itu, Ibunya menutup pintunya sambil berkata, “Aku menyuruh Syafi’i ke Iraq bukan untuk mencari dunia….!!!. Beritahu kepada Syafi’i bahwa dia tidak boleh pulang ke rumah….!! “.

Menuruti perintah ibunda Imam Syafi’i, santri itu pun gemetar dan menyampaikan kepada Imam Syafi’i. “Wahai Imam, Ibunda anda marah dan menyuruh anda untuk tidak boleh pulang ke rumah.” Imam Syafi’i berkata “Mengapa bisa demikian?”.

Santrinya pun menjawab, “Wahai Imam, Sesungguhnya ibunda anda bertanya, Syafi’i membawa apa? Kemudian aku berkata bahwa Imam Syafi’i membawa puluhan unta dan kekayaan lainnya….”.

“Sungguh kesalahan besar dirimu, jika engkau menganggap Ibundaku akan bahagia dengan harta yang ku bawa ini. Baiklah, sekarang kumpulkan orang Mekkah dan bagikan semua unta dan kekayaan lainya pada penduduk Mekkah, dan sisakan kitab-ku, setelah itu khabarkan lagi kepada Ibuku…. ” Ujar Imam Syafi’i kepada santrinya.

Santri Imam Syafi’i itupun menurut apa yang diperintahkan oleh gurunya, lantas ia kembali ke rumah Imam Syafi’i untuk menemui ibunda beliau.

Sesampai di depan rumah ia mengetuk pintu, dan terdengarlah dari dalam rumah: “Siapa?”.
“Saya adalah Murid Imam Syafi’i yang kemarin dan ingin mengabarkan kepada anda, bahwa Imam Syafi’i telah membagikan semua untanya dan harta yang lainnya, yang beliau bawa hanya KITAB dan ILMU,” jawab santri Imam Syafi’i.

“Alhamdulillah, Baiklah sekarang kabarkan kepada Syafi’i bahwa dia boleh pulang ke rumah dan dia aku tunggu …”. Mendengar kabar itu Imam Syafi’i bahagia dan terharu, seraya mencium ibundanya yang telah lama tidak bertemu.

Mudah mudahan menjadi inspirasi buat kita semua. Semoga bermanfaat.***